Selasa, 21 Oktober 2008

Kegilaan

Kegilaan

Fenomena dalah sebuah tindak lanjut dari apa yang merka dan kita lakukan sebelumnya. Bentukbentuk demonstrasi dan pemberontakan yang silakukan saat ini sebagai dampak dari kemacetan berfikit masyarakat pada rezim yang terdahulu, semua orang dibungkam dan tidak boleh melakukan yang seharusnya tidak dilakukan. Hal ini lah yang memicu keonaran.

Pada masa rezim orde baru masyarakat tidak diperbolehkan membuat perubahan semua harus melakukan yang baik-baik, entah itu harus bertolak belakang dengan hati nurani. Apakah yang dianggap benar itu memang yang seharusnya benar? Pertanyaan itu hanya diri kita sendiri yang bisa menjawabnya. Orang selalu dituntut berkelakuan yang baik, sopan, patuh dengan atasan dll, tetapi kita tidak diperbolehkan untuk berfikir mana yang baik menurut kita. Apakah yang seharusnya, yang baik, dan yang patuh itu selalu benar? Apakah itu bukannya hanya pembenaran yang di doktrinkan secar sadar kepada seseorang dari masyarakat dan struktur yang mengatur norma.

Di janan orde baru orang dituntut untuk selalu mematuhi dan menjalankan semua kebijakan yang diberikan oleh pemerintah, bukankah itu yang harusnya kita lawan dan harus didekonstruksi seperti yang dikemukakan oleh Derida salah satu tokoh posmodern. Tetapi ketakutan menapatkan panismen dari sang penguasa menyebabkan nyali masyarakat ciut.

Apakah kebijakan lama itu yang menyebabkan masyarakat bahkan para mahasiswa berbuat pengerusakan, berlaku anarkis, dan saling bertarung sewaktu mengekspresikan aspirasi mereka atas kebijakan yang deberikan oleh pemerintahan yang saat ini (yang di sebut sebagai jaman demokrasi). Apakah jaman demokrasi harus diekspresikan dengan selalu berdemo? Tapi sebenarnya saya sendiri setuju jika ada demontrasi. Tetai ya janganlah demontrasi itu dikotori dengan pembakaran, pengerusakan fasilitas umum, kan itu jiga merugikan bangsa sendiri. Dalih-dalih mengusung aspirasi rakyat, berjuang untuk kepentinagan rakyat kecil (rakyat yang miskin) tapi mengapa malah merusak fasilitas yang seharusnya bermanfaat bagi rakyat yang mereka usung?

Sebenarnya siapa yang ”GOBLOK” (sory ngomongnya agak kasar) mereka yang dianggap sebagai orang pintar harus berbuat seperti itu. Jika mereka melakukan pengerusakan terus waktu berdemo, kapan uang yang seharusnya untuk rakyat kecil dapat diterima oleh mereka yang berhak? Bukanya malah uang itu akan dialokasikan untuk membenahi infrastruktur yang dirusak. Berarti orang yang meskin akan tetap saja miskin? Kan uang yang seharusnya untuk merekan malah tidak cair.

Sebenarnya yang salah tuh siapa sih? Para pemegang kekuasaan atau orang yang menuntut perbaikan kebijakan? Kan kita juga yang memilih mereka (yang berkuasa). Ini seperi yang diomongin Fouhcult tentang kegilaan, apa memamg saya yang gila ya?